Kamis, 22 Januari 2015

WAKTU ADALAH IBADAH

Waktu adalah uang. Demikian pepatah Barat menyatakan. Setiap waktu yang terbuang sia-sia sama artinya dengan kehilangan uang yang bisa dihasilkan dengan memanfaatkan waktu tersebut.
Memang banyak pepatah yang digunakan untuk menggambarkan betapa berharganya waktu. Dalam Al-Qur’an dan hadis pun banyak sekali disinggung soal waktu ini, dan betapa pemanfaatannya menentukan kebahagiaan kita di dunia dan akhirat.
Ada sebuah kalimat yang pernah muncul dalam sebuah khutbah, yang dibuat berdasarkan pepatah di awal tadi, yang mungkin lebih tepat dalam merangkum makna waktu bagi seorang muslim: Waktu adalah ibadah.
Ayat ke 56 dari surat adz-Dzariyat dalam Al-Qur’an menyebutkan bahwa tujuan penciptaan manusia (dan jin) adalah untuk beribadah kepada Allah swt. Sehingga, apapun yang kita lakukan dalam hidup kita, dengan waktu kita, hendaknya diniatkan untuk memenuhi tujuan itu.
Jika pepatah di awal tadi mengumpamakan kesia-siaan waktu setara dengan hilangnya uang, maka perumpamaan kedua ini menjadikan terbuangnya waktu sebagai hilangnya kesempatan untuk beribadah kepada-Nya.
Kalau yang pertama cenderung bersifat duniawi, maka yang kedua menimbulkan kerugian tidak hanya di dunia, namun juga bagi kehidupan setelah kematian.
Rasulullah saw. bersabda:  “Tidak akan tergelincir dua kaki anak Adam pada hari kiamat hingga ia ditanya tentang empat perkara: tentang usianya untuk apa ia habiskan, masa mudanya untuk apa ia habiskan, hartanya dari mana ia peroleh dan ke mana ia belanjakan dan tentang ilmunya apa yang diperbuatkan dengan ilmunya tersebut. (HR. Al-Bazzar dan Al-Thabrani).
Ada tiga perkara yang mengikuti mayit sesudah wafatnya, yaitu keluarganya, hartanya dan amalnya. Yang dua kembali dan yang satu tinggal bersamanya. Yang pulang kembali adalah keluarga dan hartanya, sedangkan yang tinggal bersamanya adalah amalnya. (HR. Bukhari dan Muslim).
Salah satu amalan yang paling utama, diikuti oleh jihad fi sabilillah dan berbakti pada kedua orang tua, adalah salat tepat waktu. Ini turut menunjukkan bahwa menyembah-Nya patut menjadi prioritas kita.
Waktu terus berlalu dan tak pernah menunggu. Kesempatan kita untuk beribadah dan beramal saleh tidak akan selalu ada di situ. Waktu yang digunakan sebagai ibadah adalah waktu yang menghasilkan manfaat, terhitung sebagai amal, dan menambah berat timbangan kebaikan kita. Maka untuk itulah tiap detik waktu sebisa mungkin kita habiskan.
Waktu adalah uang. Demikian pepatah Barat menyatakan. Setiap waktu yang terbuang sia-sia sama artinya dengan kehilangan uang yang bisa dihasilkan dengan memanfaatkan waktu tersebut.
Memang banyak pepatah yang digunakan untuk menggambarkan betapa berharganya waktu. Dalam Al-Qur’an dan hadis pun banyak sekali disinggung soal waktu ini, dan betapa pemanfaatannya menentukan kebahagiaan kita di dunia dan akhirat.
Ada sebuah kalimat yang pernah muncul dalam sebuah khutbah, yang dibuat berdasarkan pepatah di awal tadi, yang mungkin lebih tepat dalam merangkum makna waktu bagi seorang muslim: Waktu adalah ibadah.
Ayat ke 56 dari surat adz-Dzariyat dalam Al-Qur’an menyebutkan bahwa tujuan penciptaan manusia (dan jin) adalah untuk beribadah kepada Allah swt. Sehingga, apapun yang kita lakukan dalam hidup kita, dengan waktu kita, hendaknya diniatkan untuk memenuhi tujuan itu.
Jika pepatah di awal tadi mengumpamakan kesia-siaan waktu setara dengan hilangnya uang, maka perumpamaan kedua ini menjadikan terbuangnya waktu sebagai hilangnya kesempatan untuk beribadah kepada-Nya.
Kalau yang pertama cenderung bersifat duniawi, maka yang kedua menimbulkan kerugian tidak hanya di dunia, namun juga bagi kehidupan setelah kematian.
Rasulullah saw. bersabda:  “Tidak akan tergelincir dua kaki anak Adam pada hari kiamat hingga ia ditanya tentang empat perkara: tentang usianya untuk apa ia habiskan, masa mudanya untuk apa ia habiskan, hartanya dari mana ia peroleh dan ke mana ia belanjakan dan tentang ilmunya apa yang diperbuatkan dengan ilmunya tersebut. (HR. Al-Bazzar dan Al-Thabrani).
Ada tiga perkara yang mengikuti mayit sesudah wafatnya, yaitu keluarganya, hartanya dan amalnya. Yang dua kembali dan yang satu tinggal bersamanya. Yang pulang kembali adalah keluarga dan hartanya, sedangkan yang tinggal bersamanya adalah amalnya. (HR. Bukhari dan Muslim).
Salah satu amalan yang paling utama, diikuti oleh jihad fi sabilillah dan berbakti pada kedua orang tua, adalah salat tepat waktu. Ini turut menunjukkan bahwa menyembah-Nya patut menjadi prioritas kita.
Waktu terus berlalu dan tak pernah menunggu. Kesempatan kita untuk beribadah dan beramal saleh tidak akan selalu ada di situ. Waktu yang digunakan sebagai ibadah adalah waktu yang menghasilkan manfaat, terhitung sebagai amal, dan menambah berat timbangan kebaikan kita. Maka untuk itulah tiap detik waktu sebisa mungkin kita habiskan.
Jadilah engkau di dunia ini seperti seorang musafir atau bahkan seperti seorang pengembara. Apabila engkau telah memasuki waktu sore, janganlah menanti datangnya waktu pagi. Dan apabila engkau telah memasuki waktu pagi, janganlah menanti datangnya waktu sore. Ambilah waktu sehatmu (untuk bekal) waktu sakitmu, dan hidupmu untuk (bekal) matimu. (HR. Bukhari).
Jadilah engkau di dunia ini seperti seorang musafir atau bahkan seperti seorang pengembara. Apabila engkau telah memasuki waktu sore, janganlah menanti datangnya waktu pagi. Dan apabila engkau telah memasuki waktu pagi, janganlah menanti datangnya waktu sore. Ambilah waktu sehatmu (untuk bekal) waktu sakitmu, dan hidupmu untuk (bekal) matimu. (HR. Bukhari).
Sumber : http://alifmagz.com/?p=25021

Tidak ada komentar:

Posting Komentar