Waktu adalah uang. Demikian pepatah Barat menyatakan. Setiap waktu
yang terbuang sia-sia sama artinya dengan kehilangan uang yang bisa
dihasilkan dengan memanfaatkan waktu tersebut.
Memang banyak pepatah yang digunakan untuk menggambarkan betapa
berharganya waktu. Dalam Al-Qur’an dan hadis pun banyak sekali
disinggung soal waktu ini, dan betapa pemanfaatannya menentukan
kebahagiaan kita di dunia dan akhirat.
Ada sebuah kalimat yang pernah muncul dalam sebuah khutbah, yang
dibuat berdasarkan pepatah di awal tadi, yang mungkin lebih tepat dalam
merangkum makna waktu bagi seorang muslim: Waktu adalah ibadah.
Ayat ke 56 dari surat adz-Dzariyat dalam Al-Qur’an menyebutkan bahwa
tujuan penciptaan manusia (dan jin) adalah untuk beribadah kepada Allah
swt. Sehingga, apapun yang kita lakukan dalam hidup kita, dengan waktu
kita, hendaknya diniatkan untuk memenuhi tujuan itu.
Jika pepatah di awal tadi mengumpamakan kesia-siaan waktu setara
dengan hilangnya uang, maka perumpamaan kedua ini menjadikan terbuangnya
waktu sebagai hilangnya kesempatan untuk beribadah kepada-Nya.
Kalau yang pertama cenderung bersifat duniawi, maka yang kedua
menimbulkan kerugian tidak hanya di dunia, namun juga bagi kehidupan
setelah kematian.
Rasulullah saw. bersabda: “
Tidak akan tergelincir dua kaki anak
Adam pada hari kiamat hingga ia ditanya tentang empat perkara: tentang
usianya untuk apa ia habiskan, masa mudanya untuk apa ia habiskan,
hartanya dari mana ia peroleh dan ke mana ia belanjakan dan tentang
ilmunya apa yang diperbuatkan dengan ilmunya tersebut.” (HR. Al-Bazzar dan Al-Thabrani).
Ada tiga perkara yang mengikuti mayit sesudah wafatnya, yaitu
keluarganya, hartanya dan amalnya. Yang dua kembali dan yang satu
tinggal bersamanya. Yang pulang kembali adalah keluarga dan hartanya,
sedangkan yang tinggal bersamanya adalah amalnya. (HR. Bukhari dan Muslim).
Salah satu amalan yang paling utama, diikuti
oleh jihad fi sabilillah
dan berbakti pada kedua orang tua, adalah salat tepat waktu. Ini turut
menunjukkan bahwa menyembah-Nya patut menjadi prioritas kita.
Waktu terus berlalu dan tak pernah menunggu. Kesempatan kita untuk
beribadah dan beramal saleh tidak akan selalu ada di situ. Waktu yang
digunakan sebagai ibadah adalah waktu yang menghasilkan manfaat,
terhitung sebagai amal, dan menambah berat timbangan kebaikan kita. Maka
untuk itulah tiap detik waktu sebisa mungkin kita habiskan.
Waktu adalah uang. Demikian pepatah Barat menyatakan. Setiap waktu
yang terbuang sia-sia sama artinya dengan kehilangan uang yang bisa
dihasilkan dengan memanfaatkan waktu tersebut.
Memang banyak pepatah yang digunakan untuk menggambarkan betapa
berharganya waktu. Dalam Al-Qur’an dan hadis pun banyak sekali
disinggung soal waktu ini, dan betapa pemanfaatannya menentukan
kebahagiaan kita di dunia dan akhirat.
Ada sebuah kalimat yang pernah muncul dalam sebuah khutbah, yang
dibuat berdasarkan pepatah di awal tadi, yang mungkin lebih tepat dalam
merangkum makna waktu bagi seorang muslim: Waktu adalah ibadah.
Ayat ke 56 dari surat adz-Dzariyat dalam Al-Qur’an menyebutkan bahwa
tujuan penciptaan manusia (dan jin) adalah untuk beribadah kepada Allah
swt. Sehingga, apapun yang kita lakukan dalam hidup kita, dengan waktu
kita, hendaknya diniatkan untuk memenuhi tujuan itu.
Jika pepatah di awal tadi mengumpamakan kesia-siaan waktu setara
dengan hilangnya uang, maka perumpamaan kedua ini menjadikan terbuangnya
waktu sebagai hilangnya kesempatan untuk beribadah kepada-Nya.
Kalau yang pertama cenderung bersifat duniawi, maka yang kedua
menimbulkan kerugian tidak hanya di dunia, namun juga bagi kehidupan
setelah kematian.
Rasulullah saw. bersabda: “
Tidak akan tergelincir dua kaki anak
Adam pada hari kiamat hingga ia ditanya tentang empat perkara: tentang
usianya untuk apa ia habiskan, masa mudanya untuk apa ia habiskan,
hartanya dari mana ia peroleh dan ke mana ia belanjakan dan tentang
ilmunya apa yang diperbuatkan dengan ilmunya tersebut.” (HR. Al-Bazzar dan Al-Thabrani).
Ada tiga perkara yang mengikuti mayit sesudah wafatnya, yaitu
keluarganya, hartanya dan amalnya. Yang dua kembali dan yang satu
tinggal bersamanya. Yang pulang kembali adalah keluarga dan hartanya,
sedangkan yang tinggal bersamanya adalah amalnya. (HR. Bukhari dan Muslim).
Salah satu amalan yang paling utama, diikuti
oleh jihad fi sabilillah
dan berbakti pada kedua orang tua, adalah salat tepat waktu. Ini turut
menunjukkan bahwa menyembah-Nya patut menjadi prioritas kita.
Waktu terus berlalu dan tak pernah menunggu. Kesempatan kita untuk
beribadah dan beramal saleh tidak akan selalu ada di situ. Waktu yang
digunakan sebagai ibadah adalah waktu yang menghasilkan manfaat,
terhitung sebagai amal, dan menambah berat timbangan kebaikan kita. Maka
untuk itulah tiap detik waktu sebisa mungkin kita habiskan.
Jadilah engkau di dunia ini seperti seorang musafir atau bahkan
seperti seorang pengembara. Apabila engkau telah memasuki waktu sore,
janganlah menanti datangnya waktu pagi. Dan apabila engkau telah
memasuki waktu pagi, janganlah menanti datangnya waktu sore. Ambilah
waktu sehatmu (untuk bekal) waktu sakitmu, dan hidupmu untuk (bekal)
matimu. (HR. Bukhari).
Jadilah engkau di dunia ini seperti seorang musafir atau bahkan
seperti seorang pengembara. Apabila engkau telah memasuki waktu sore,
janganlah menanti datangnya waktu pagi. Dan apabila engkau telah
memasuki waktu pagi, janganlah menanti datangnya waktu sore. Ambilah
waktu sehatmu (untuk bekal) waktu sakitmu, dan hidupmu untuk (bekal)
matimu. (HR. Bukhari).
Sumber : http://alifmagz.com/?p=25021